Bangunkan Saat Sahur |
Blora
Posting,- Setiap bulan Ramadhan tiba sebagian anak-anak dan remaja di
wilayah desa di Kabupaten Blora membuat
kentongan bambu. Salah satunya di wilayah desa Kamolan Kecamatan Blora.
Kentongan tersebut digunakan sebagai alat komunikasi membangunkan makan untuk
sahur. Dan di era digital, ternyata komunikasi perkusi itu masih mentradisi.
“Saya dan teman-teman keliling desa bangunkan makan
untuk sahur. Dengan tetabuhan kentongan bambu. Kebiasaan ini sudah dilakukan
oleh para pendahulu sebelumnya, jadi sudah tradisi dan turun-temurun,” kata
Adit, salah seorang remaja desa Kamolan,
pemain kentongan bambu, di Blora sejak awal Ramadhan 27 Mei 2017 lalu.
Membuat kentongan bambu, menurut Harsono, salah
seorang warga desa Kamolan Kecamatan Blora,
tidak membutuhkan biaya mahal, cukup dengan satu ruas bambu berukuran
besar atau sesuai yang dikehendaki.
Guna menghasilkan suara sesuai selera cukup di
lobangi bagian tengah, kemudian dipukul dengan alat pemukul seadanya tanpa
menyesuaikan nada seperti alat musik diatonis atau pentatonis.
Setelah jadi, biasanya anak-anak atau remaja
setempat saling memainkan kentongan secara berkelompok seperti layaknya
ensambel musik etnis. Kekinian diselingi sejumlah alat musik seperti seruling,
ketipung, gitar dan lainnya.
"Kentongan bambu itu biasa di sebut thethek,
karena bunyi suara yang dihasilkan tek-tek-tok. Dimainkan untuk membangunkan
warga pada malam hari untuk makan waktu sahur," kata Harsono, di Blora
beberapa waktu lalu.
Jatmiko, salah seorang peminat seni budaya asal
Tambaksari, Kecamatan Blora menjelaskan tradisi memainkan 'thethek' atau
ensambel kentongan bambu telah bertahun-tahun menjadi salah satu kegiatan
ensambel musik etnis yang mewarnai seni
budaya Blora, khususnya pada bulan Ramadhan.
"Hampir di seluruh desa dan kelurahan,
utamanya di pelosok, memeriahkan bulan puasa dengan membuat kentongan bambu,
mereka dengan berkelompok berkeliling menggugah warga waktu makan untuk
sahur," ujarnya.
Dijelaskannya, kentongan atau 'tek-tek' tetap
menempati posisinya sebagai warna lain bulan Ramadhan di Blora.
“Saya mengapresiasi, selama tidak mengganggu warga
masyarakat sekitar.Ini bukti bahwa di era digitalisasi masih mempertahankan
tradisi,” ujar Jatmiko.
Menurutnya, sebaiknya jangan memainkan sebelum
waktunya wakan untuk sahur tiba agar tidak mengganggu keamanan. Sebab kerap
terjadi, karena suka sebagai hiburan, anak-anak dan remaja itu memainkannya
pada tengah malam, sehingga terkesan
tidak memberi kesempatan pada warga yang ingin berisitirahat. (adi/bp)
0 Komentar